Filsafat Pancasila
Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Perkuliahan Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
Mata Kuliah :Kewarganegaraan
DosenPengampuh : Wahyu Wiji Utomo
Oleh :
Muhammad Yusron Hamid Gea
0401181013
JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA
UTARA
MEDAN
2019
Daftar Isi
i
BAB I :
Pendahuluan 1
1.
Latar Belakang 1
2.
Rumusan Masalah
1
BAB II : Pembahasan 2
Filsafat dan Pancasila
A.
Pengertian
filsafat................................................................................2
B.
Pengertian
Pancasila......................................................................... 2
C.
Pengertian
Filsafat Pancasila........................................................... 3
D.
Implementasi
Pancasila..................................................................... 3
E.
Pancasila
menurut Bung Karno...................................................... 5
F.
Memahami
Pancasila........................................................................ 6
BAB III :
Penutup
1.
Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 9
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat pancasila
merupakan kata majemuk yang tersusun dari kat “filsafat” dan kata “pancasila”.
Sebagai kata majemuk, filsafat pancasila memiliki dua kemungkinan pengertian.
Pertama, filsafat pancasila dapat merupakan kata majemuk yang tersusun sebagai genetivus subjectivus, yang memiliki
arti filsafatnya pancasila, dalam istilah bahasa inggris the philosofy of pancasila atau the
pancasila philosofy. Sedangkan kemungkinan kedua, filsafat pancasila dapat
merupakan kata majemuk yang tersusun sebagai genetivus objektivus, yang memiliki arti filsafat tentang
pancasila, dalam bahasa inggris diistilahkan the philosofy on pancasila.
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bernegara.
Dalam prinsipnya, pancasila sebagai filsafat merupakan perluasan manfaat dari
yang bermula sebagai dasar dan ideologi, merambah hingga produk filsafat
(falsafah). Pancasila sebagai produk filsafat berarti digunakan sebgai
pandangan hidup dalam kegiatan praktis. ini berarti filsfat pancasila mempunyai
fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dn
bernegara bagi bangsa indonesia. Pamcasila sebagai filsafat juga berarti bahwa
pancasila mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat mejadi substani
dan isi pembentukan ideologi pancasila.
B. Rumusan Masalah
1 .
Apakah pancaila sudah diterapkan dalam
kepribadian bangsa Indenesia sendiri ?
2 .
Bagaimana Pancasila yang dimaksud oleh Bung Karno ?
3 .
Bagaimana realitas keadilan dalam
Pancasila yang dimaksud oleh Bung Karno ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Filsafat
dan Pancasila
A. Pengertian
Filsafat
Kata filsafat merupakan
istilah asing, bukan asli Bahasa Indensesia. Istilah tersebut sampai pada kita melalui bahasa Arab atau bahasa
barat (Belanda, Inggris). Adapun kata filsafat berasal dari Yunani, yang
meruakan kata majemuk dari rangkaia istilah: philein yang berarti “mencintai” dan shopia yang berarti “kebijaksanaan”. Sehingga meanurut asal
katanya: filsafat (philo-shopia)
berarti “mencintai kebijaksanaan”, atau “mencintai hikmat/pengetahuan”. Cinta
dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan berusaha
untuk mencapai yang diinginkan. Sedangkan kebijaksanaan lebih lanjut berarti
“pandai”, tahu dengan mendalam dan seluas-luasnya, baik secara teoritis sampai
dengan keputusan untuk bertindak[1].
B. Pengertian
Pancasila
Pancasila adalah
idiologi dasar bagi negara Indonesia. Nama pancasila itu terdiri dari dua kata
sanskerta. Panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumuasan dan pedoman kehidupan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruih rakyat Indonesia.
Menurut Muhammad Yamin pancasila
berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas,
dasar, atau pengaturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian
pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah
laku yang penting dan baik.
Menurut Ir. Soekarno
pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun menurun yang sekian abad
lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian, pancasila tidak
saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia[2].
C. Pengertian
Filsafat Pancasila
Sesuai dengan
pengertian filsafat sebagaimana tersebut di atas maka, pengertian filsafat
Pancasila juga perlu didefinisikan sesuai dengan pengertian filsafat. Maka
pengertian Filsafat Pancasila adalah pembahasan Pancasila secara filsafati,
yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang
terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan Pancasila yang demikian itu juga
merupakan suatu pengetahuan yang terdalam yang merupakan hakikat Pancasila yang
bersifat essenial, abstrak umum universal, tetap dan tidak berubah. Hal ini
juga sering disebut pengertian dari segi objek formanya. Dari objek materinya
maka pengertian filsafat Pancasila yaitu: suatu sistem pemikiran yang
rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara
dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya telah ada dan digali dari bangsa
Indonesia sendiri[3].
D. Implementasi
Pancasila
Ir. Soekarno dalam
Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 pada
acara perumusan Undang-Undang Dasar mengatakan “Negara Indonesia harus dibangun
dalam satu mata rantai yang kokoh dan kuat dalam lingkungan kemakmuran bersama.
Kebangsaan yang dianjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri dengan hanya
mencapai Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula pada kekeluargaan
bangsa-bangsa meuju persatuan dunia. Internasionalisme tidak dapat hidup subur
dalam kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak
dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya Internasionalisme”.
Makna yang terkandung
dalam pidato tersebut, memberikan pesan kepada generasi penerus bangsa untuk
bahu-membahu membangun bangsa dalam kerangka persatuan. Dengan bersatu, Bangsa
Indonesia siap menghadapi kemajuan dan perkembangan dunia internasional, sehingga
tujuan negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 akan tercapai. Seiring dengan perkembangan
kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan di segala
bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format pembentukan
kedaulatan politik dan ekonomi, demokratisasi, serta pembebasan seluruh rakyat
Indonesia dari segala belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan[4].
Kelemahan bangsa dalam
menghadapi liberalisasi sebagai buah buah dari globalisasi dikhawatirkan akan
menimbulkan berbagai ekses negatif. Salah satunya adalah kekhawatiran
terjadinya krisis ideologis yang akhirnya akan menggerus jati diri sebuah
bangsa yang pancasilais. Beberapa indikator seperti liberalisasi di bidang
ekonomi, maraknya aksi kekerasan fisik dan phsikis atas nama perbedaa agama dan
keyakinan, perbedaan kepentingan politik, perebutan sumber-sumber ekonomi dan
dekadensi moral tidak lepas dari pengaruh globalisasi tersebut[5].
Situasi krisis di mana
cara pandang, cara bertindak yang sebelumnya di anggap umum dan wajar dalam
suatu masyarakat telah dianggap sebagai suatu yang sudah tidak dapat diterima
lagi. Keadaan semacam ini biasanya akan mendorong munculnya suatu ideologi.
Jika manusia, kelompok maupun masyarakat mulai merasakan bahwa berbagai
kebutuhan dan tujuan hidupnya tidak dapat direalisasikan maka kesalahan pertama
sering kali akan ditimpakan kepada ideologinya. Biasanya ideologi yang ada
dianggap tidak mampu lagi atau berbuat, baik dalam menjelaskan eksistensinya,
dalam memberikan justifikasinya atau dalam melaksanakan aturan main yang di
rancangnya sebelumnya[6].
Urgensi pemahaman Empat
Pilar MPR RI karena berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang terjadi
di Indonesia saat ini disebabkan abai dan lalai dalam pengimplementasian dalam
kehidupan sehari-hari. Liberalisme ekonomi terjadi karena kita mengabaikan sila-sila
dalam Pancasila terutama sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konflik horizontal terjadi
karena kita lalai pada Bhineka Tunggal Ika[7].
Setiap bangsa memiliki
konsepsi dan cita-citanya masing-masing sesuai dengan kondisi, tantangan, dan
karakteristik bangsa yang bersangkutan. Dalam pandangan Soekarno, “Tidak ada
dua bangsa yang berjoangnya sama. Tiap-tiap
bangsa mempunyai cara berjoang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri.
Oleh karena pada hakekatntya bangsa sebagai individu mempunyai mempunyai
kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam
kebudayaannya, dalam perekoniomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya”
[8].
Konsepesi pokok yang melandasi semua hal itu adalah semangat gotong royong.
Bung Karno mengatakan, “Gotong royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis
dari kekeluargaan, Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu paham yang statis,
tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan.
Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, perjuangan bantu binantu
bersama, Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua kebahagiaan semua.
Holopis kuntul baris, buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong.”
Dengan semangat gotong
royong itu, konsepsi daasar negara dirumuskan dengan merangkum lima prinsip
utama (sila) yang menyatukan menjadi haluan ke-indonesiaan, yang dikenal
sebagai Pancasila, Kelima sila itu terdiri atas: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2)
Kemansuiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima prinsip tersebut
hendaknya dikembangkan dengan semangat gotong royong: prinsip ketuhanan harus
berjiwa gotong-royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang, dan toleran),
bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Prinsip Kemanusiaan
universalnya harus berjiwa gotong-royong (yang berkeadilan dan
berkeadaban),bukan pergaulan kemanusiaan yang menjajah, menindas, dan
eksploitatif. Prinsip Persatuannya harus berjiwa gotong-royong (mengutamakan
persatuan dan tetap menghargai perbedaan, “bhineka tunggal ika”), bukan
kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau pun menolak persatuan. Prinsip
demokrasinya harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan musyawarah dan
mufakat), bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas atau minoritas elit
penguasa-pemodal Prinsip keadilannya harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan
partisipasi dan emansipasi dibidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan),
bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme, bukan pula
yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem Etatisme.
Rumusan kelima sila
tersebut terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sejak pengesahan Undang-Undang Dasar ini pada 18 Agustus
1945, Pancasila dapat dikatakan sebagai Dasar Negara, pandangan hidup, ideologi
negara, ligatur (pemersatu) dalam perikehidupan kebangsaan dan kenegaraan, dan sumber
dari segala sumber hukum[9].
F. Memahami
Pancasila
Sebagai dasar filsafat
negara, Pancasila tidak boleh berhenti dalam bentuk rumusan saja, melainkan
perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam
penjelmaannya, Pancasila tentu memiliki beraneka macam perwujudan berdasarkan
tempat, waktu, dan keadaan. Namun perwujudan Pancasila yang beraneka ragam
tetap mengandung unsu-unsur umum yang sama, yang bersumber dari Pancasila.
Misalnya dalam berbagai pelaksanaan perwujudan kemanusiaan yang bersifat umum.
Pelaksanaan maupun
penjelmaan Pancasila sebagai pedoman praktis dalam lingkup terbatas maupun
dalam kehidupan konkret memungkinkan orang dapat memberikan isi yang berlainan
kepada Pancasila, namun perlu di ingat bahwa isi itu masih tetap tidak terbatas
dalam lingkup pengertian yang abstrak-umum-universal.
Dengan melihat isi arti
arti dalam Pancasila, yang bersifat abstrak umum, dan universal, maka langsung
dapat diketahui bahwa hakikat tyang terdapat dalam Pancasila merupakan hakikat
jenis. Hakikat ini tidak hanya meliputi segala hal yang tunggal jenis pada
suatu waktuserta tempat tertentu saja , tetapi meliputi juga hal-hal
bersangkutan yang pernah dan akan ada dimana pun. Hakikat ini bersifat
universal, serta memuat unsur-unsur yang mutlak, tetap tidak berubah.
Unsur-unsur yang bersifat tetap ini pasti ada pada setiap hal yang memiliki jenis
hal bersangkutan. Pada jenis hal yang bersangkutan hakikat ini merupakan dasar
atau pendukung sifat sifat-sifat lainnya yang ada,yaitu sifat-sifat tidak harus
ada dan dapat berubah-ubah.
Sebagai yang terdiri
dari hakikat jenis, rumusan Pancasila memuat unsur-unsur tetap yang harus ada
pada setiap jenis yang dimaksudkan. Sebagai contoh “Kemanusian” memaksudkan
unsur-unsur mutlak yang pasti tetap ada pada setiap manusia, kapan pun, dimana
pun, dan dalam keadaan bagaimana pun. Unsur-unsur mutlak tersebut misalnya
adalah kejasmanian dan kerohaniannya. Dan sebagai konsekuensinya, hal-hal yang
digunakan dalam rumusan Pancasila ini bersifat mutlak, tetap dan tidak berubah,
karena di ambil dari unsur-unsur hakiki dari jenis-jenis yang dimaksudkan,
misalnya:
· Ketuhanan,
sebagai unsur hakiki dari Tuhan, mencakup pengertian dari Tuhan sebagai Sang
Pencipta, yang mencipta dan mengatur segala yang ada.
· Kemanusiaan,
sebagai unsur hakiki manusia, mencakup pengertian keberadaan diri manusia
sebagai ciptaan yang memiliki susudan kodrat jasamani-rohani, yang memiliki
sifat kodrat sebagai makhluk individu dan sosial, serta memiliki kedudukan
kodrat sebagai yang mandiri dan tergantung pada Tuhan.
· Persatuan,
sebagai unsur hakiki dari satu, mengandung arti suatu keseluruhan yang utuh tak
terbagi, yang terlepas/terpisah dari lainnya serta memiliki kesendirian.
· Kerakyatan,
sebagai unsur hakiki dari rakyat, memiliki pengertian kelompok manusia, yang
mendukung berdirinya negara.
·
Keadilan,
sebagai unsur hakiki dari adil, memiliki pengertian penghormatan terhadap hak
dari yang bersangkutan[10].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pancasila
memiliki isi yang sangat bagus karena Pancasila lahir dari masyarakat Indonesia
itu sendiri dan corak tersendiri bagi Indonesia, namun apabila tidak
dilaksanakan dengan baik hanya termaktub saja dalam pembukaan UUD 1945 maka
kesakralannya akan sirna begitu saja, apalagi dalam menghadapi era globalisasi
saat ini yang dengan mudahnya akses dari mana pun.
Daftar Pustaka
Anggota IKAPI, Filsafat Pancasila, (Kanisius, 1993,
Yogyakarta)
Irwan Gesmi dan Yun Hendra, Pendidikan Pancasila, (Uwais
Inspirasi Indonesia, 2018,Ponorogo).
Kaelan, Filsafat
Pancasila, (Paradigma, 1996, Yogyakarta)
Paulus Wahan, Filsafat
Pancasila, (Kanisius, 1993,
Yogyakarta).
Pimpinan
MPR dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, Materi Sosialisasi Empat
Pilar MPR RI, (Sekretariat Jendral MPR RI, 2017, Jakarta), h. XX – XXI.
Usiono,
Potret Baru Pendidikan Pancasila, (Perdana Publishing, 2018, Medan).
[1]Paulus Wahan, Filsafat
Pancasila, (Kanisius, 1993,
Yogyakarta), h. 18.
[2]Irwan Gesmi dan
Yun Hendra, Pendidikan Pancasila, (Uwais Inspirasi Indonesia,
2018,Ponorogo), h. 1.
[3]Kaelan, Filsafat
Pancasila, (Paradigma, 1996, Yogyakarta), h. 28-29.
[4]Pimpinan MPR
dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, Materi Sosialisasi Empat
Pilar MPR RI, (Sekretariat Jendral MPR RI, 2017, Jakarta), h. XX – XXI.
[5]Pimpinan MPR
dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, h. XX.
[6]Usiono, Potret
Baru Pendidikan Pancasila, (Perdana Publishing, 2018, Medan), h. 58.
[7]Pimpinan MPR
dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, h. 11.
[8]Pimpinan MPR
dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, h. 2.
[9]Pimpinan MPR
dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, h. 3-5.
[10] Anggota IKAPI,
Filsafat Pancasila, (Kanisius, 1993, Yogyakarta), h. 39-42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar