METODOLOGI STUDI ISLAM



METODOLOGI STUDI ISLAM
DOSEN PEMBIMBING : UQBATUL KHOIR RAMBE
D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 1 :
HERI SYAHPUTRA SIMANJUNTAK
AHMAD KHUJAINI
KHAIRUL ANAM
NURLAILA RAMADHONA
                              
                               
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2018/2019



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkam kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penulisan makalah “Metodologi Studi Islam”. Makalah ini kami buat berdasarkan buku-buku penunjang yang kami miliki dan dari situs-situs yang berhubungan dengan mata kuliah ini serta dari berbagai sumber lainnya.
Kami juga berterima kasih kepada Ibu Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam khususnya yang tengah membimbing kami pada mata kuliah umum ini yaitu Bapak Uqbatul Khoir Rambe.Kami berharap semoga makalah singkat ini nantinya bermanfaat bagi kita semua terutama pada para pembacanya.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan lebih dan kurang kami mohon maaf dan demi perbaikan hasil makalah singkat ini, kami perlukan kritik beserta saran dari para pembaca sekalian agar kelak mendapat masukan yang lebih baik untuk kedepannya, akhir kata kami ucapkan terima kasih.


Medan, 17 September 2018
                 

    Penulis



Daftar Isi


KATA PENGANTAR...............................................................................    i
DAFTAR ISI.............................................................................................     ii                                                                     
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................    1
     A.    Latar Belakang Masalah ...............................................................     1
     B.     Rumusan Masalah .........................................................................     1
BAB 1I PEMBAHASAN...........................................................................   2
2.1. Pengertian Metode Metodologi Dan Perbedaanya........................... 2
2.2  Objek Metodologi Studi Islam........................................................  7
2.Ruang LingkupMetodologi Studi Islam........................................... 9
BAB III PENUTUPAN..............................................................................   13
3.1. Kesimpulan..............................................................................    13
3.2. Saran.........................................................................................   13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................    14






BAB  I
P E N D A H U L U A N

    A.    Latar Belakang                                    
Tidak ada keberuntungan bagi umat manusia di dunia dan akhirat kecuali dengan Islam. Kebutuhan mereka terhadapnya melebihi kebutuhan terhadap makanan, minuman, dan udara. Setiap manusia membutuhkan syari'at. Maka, dia berada di antara dua gerakan,yaitu gerakan yang menarik kepada perkara yang berguna dan gerakan yang menolak mara bahaya. Islam adalah penerang yang menjelaskan perkara yang bermanfaat dan berbahaya.
Agama Islam ada tiga tingkatan,yaitu Iman,Islam dan ihsan.Dan setiap tingkatanya
Mempunyai Rukun-rukun tertentu.
    
    B.     Perumusan Masalah
Didalam Makalah ini akan dirumuskan beberapa masalah diantaranya adalah sebagai berikut:
       1. Apa Pengertian Metodologi Studi Islam ?
       2. Apa tujuan dari Metodologi Studi Islam ?
       3. Bagaimana Keterkaitan manusia dengan studi agama ?
       4. Asal usul Pertumbuhan Metodologi Studi Islam ?
       5. Pendekatan-pendekatan Studi Islam ?
         6. Ruang Lingkup Studi Islam ?












BAB 11

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Metode Metodologi Dan Perbedaanya

a)      Pengertian Metode
  Metode adalah suatu proses atau cara sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan efisiensi, biasanya dalam urutan langkah-langkah tetap yang teratur. Kata metode (method) berasal dari bahasa Latin dan juga Yunani, methodus yang berasal dari kata meta yang berarti sesudah atau di atas, dan kata hodos, yang berarti suatu jalan atau suatu cara.Metode secara harfiah menggambarkan jalan atau cara suatu totalitas yang akan dicapai atau dibangun. Mendekati suatu bidang secara metodis berarti memahami atau memenuhinya sesuai dengan rencana, mengatur berbagai kepingan atau tahapan secara logis dan menghasilkan sebanyak mungkin hubungan.
Metode dan sistem membentuk hakikat ilmu. Sistem bersangkutan dengan isi ilmu, sementara metode berkaitan dengan aspek formal. Lebih tepat, sistem berarti keseluruhan pengetahuan yang teratur atau totalitas isi dari ilmu.
1)      Karakter Metode
Metode juga dapat didefinisikan sebagai an established, habitual, logical, or systematic process of achieving certain ends with accuracy and efficiency, usually in an ordered sequence of fixed steps(praktik yang mapan, kebiasaan, logis atau proses sistematis untuk mencapai tujuan tertentu dengan akurasi dan efisiensi, biasanya dalam urutan teratur langkah-langkah tetap).Berdasarkan definisi tersebut, berikut ini karakter metode meliputi:
1.      metode merupakan sebuah aktivitas yang relatif mapan yang digunakan oleh suatu kelompok.
2.      terkadang karena sudah terbiasa dan relatif mapan, metode merupakan aktivitas yang sudah menjadi kebiasaan dari suatu kelompok.
3.      metode yang telah mapan dan menjadi kebiasaan biasanya menjadi tindakan yang logis dan merupakan sebuah proses yang sistematis untuk mencapai tujuan tertentu dengan akurasi dan efisiensi penggunaan sumber daya.

b)     Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodos” dan "logos". Kata "metodos" terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. "Logos" artinya ilmu. Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung Dari realitas yang sedang dikaji.[1] Ilmu terdiri atas empat prinsip, yaitu:
1.       keteraturan (orde)
2.       sebab-musabab (determinisme)
3.       kesederhanaan (parsimoni)
4.       pengalaman yang dapat diamati (empirisme)
5.       Dengan prinsip-prinsip yang demikian maka ada banyak jalan untuk menemukan kebenaran. Metodologi adalah tata cara yang menentukan proses penelusuran apa yang akan digunakan

c)    Perbedaan antara Metode Dan Metodologi

Metode adalah cara atau prosedur yang ditempuh untuk menggapai tujuan tertentu. Lalu ada satu istilah lainnya yang berkaitan dengan 2 istilah ini, yaitu tekhnik adalah cara yang spesifik dalam pemmecahan masalah tertentu yang ditemukan dalam pelaksanaan prosedur.sedangkan Metodologi adalahcara atau ilmu ilmu yang dipakai untuk menemukan kebenaran mmenggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas apa yang dikaji.
Banyak yang beranggapan kalau istilah metode dan metodologi itu sama padahal keduanya mempunyai pengertian yang berbeda.

d)     Pengertian studi Islam

Istilah Studi Islam dalam bahasa Inggris adalah Islamic Studies, dan dalam bahasa Arab adalah Dirasat al-Islamiyah. Ditinjau dari sisi pengertian, Studi Islam secara sederhana dimaknai sebagai “kajian islam”.Pengertian Studi Islam sebagai kajian islam sesungguhnya memiliki cangkupan makna penertian yang luas.hal ini wajar
adanya sebab sebuah istilah akan memiliki makna tergantung kepada mereka yang
 menafsirkannya.Karena penafsir memiliki latar belakang yang berbeda satu sama lainnya, baik latar belakang studi, bidang keilmuan Pengalaman maupun berbagai perbedaan lainnya,maka rumusan dan pemaknaanya yang di hasilkannya pun juga akan berbeda.
Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa Studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan mecapai
pemahaman yang lebih besar atau meningkatkan suatu keterampilan sementara ka
ta Islam sendiri memiliki arti dan makna yang jauh lebih kompleks.dikalangan umat islam,studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta mem bahas ajaran-ajaran islam agar mereka dapat melaksanakannya dengan benar nam
un sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan tentang agama dan praktik
 -praktik keagamaan islam tersebut bias di manfaatkan atau digunakan untuk tuju
an-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negative.

Adapun metode studi islam secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

1)      Metodologi Ilmu Pengetahuan          
Metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode- metode aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan.
2)      Metodologi singkronik-analis
Suatu metode mempelajari islam yang memberikan kemampuan analis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental.

3)      Metode Empiris
Suatu metode mempelajaari islam yang memungkinkan umat islam mempelajaari ajarannya melalui proses aktualisasi dan internalisasin  norma-norma dan kaidah islam dengan suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu  interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma baru.metode deduktif (AL-Manhaj Al istinbathiyah )
                   

4)      Metode Emperis norma  (Tajribiyah)
Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan Umat Islam mempelajari ajarannya melalui proses aktualisasi dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial.
Selanjutnya, terdapat pula metode memahami Islam yang dikemukakan oleh Nasruddin Razzak. Ia mengajarkan metode pemahaman Islam secara menyeluruh. Cara tersebut digunakan untuk memahami Islam paling besar agar menjadi pemeluk agama yang mantap dan untuk menumbuhkan sikap toleransi terhadap pemeluk agama lain. Metode tersebut juga di tempuh dalam rangka menghindari kesalahfahaman yang menimbulkan sikap serta pola hidup beragama yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
Untuk memahami Islam secara benar, terdapat empat cara yang tepat menurut Nasruddin Razzak, yaitu sebagai berikut:
a) Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu Alqur’an dan sunnah Rasul.
b) Islam harus dipelajari secara integral atau secara keseluruhan.
c) Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar, kaum zu’ama, dan sarjana Islam.
d)Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis dalam Alqur’an kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dan sosologis.

Dari beberapa metode tersebut terdapat dua metode dalam memahami Islam secara garis besar, yaitu:
1.      Metode komparasi, yaitu Suatu metode untuk memahami ajaran Islam dengan membandingkan seluruh aspek Islam dengan agama lainnya agar tercapai pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Dalam komparasi tersebut terlihat jelas bahwa islam sangat berbeda dengan agama-agama lain. Intinya Islam mengajarkan kesederhanaan dalam kehidupan dan dalam berbagai bidang.[14]
2.      Metode sintesis, yaitu metode memahami Islam dengan memadukan metode ilmiah dengan metode logis normative dan brsifat rasional , obyektif, dan kritis dengan metode teologis-normatif.

a)    Tujuan Studi Islam
Bagi umat Islam, mempelajari Islam mungkin untuk memantapkan keimanan dan mengamalkan ajaran Islam, sedangkan bagi non muslim hanya sekedar diskursus ilmiah, bahkan mungkin mencari kelemahan umat Islam dengan demikian tujuan studi Islam adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkan secara benar, serta menjadikannya sebagai pegangan dan pedoman hidup. Memahami dan mengkaji Islam direfleksikan dalam konteks pemaknaan yang sebenarnya bahwa Islam adalah agama yang mengarahkan pada pemeluknya sebagai hamba yang berdimensi teologis, humanis, dan keselamatan di dunia dan akhirat. Dengan studi Islam, diharapkan tujuan di atas dapat di tercapai.

Kedua, untuk menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai wacana ilmiah secara transparan yang dapat diterima oleh berbagai kalangan. Dalam hal ini, seluk beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku bagi umat Islam dijadikan dasar ilmu pengetahuan. Dengan kerangka ini, dimensi-dimensi Islam tidak hanya sekedar dogmentis, teologis. Tetapi ada aspek empirik sosiologis. Ajaran Islam yang diklaim sebagai ajaran universal betul-betul mampu menjawab tantangan zaman, tidak sebagaimana diasumsikan sebagian orientalis yang berasumsi bahwa Islam adalah ajaran yang menghendaki ketidak majuan dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

b)   Keterkaitan manusia dengan studi agama
Kebanyakan pemikiran modern melihat agama merupakan sekumpulan doktrin yang dilegatimasi oleh “prasangka-prasangka” manusia di luar rasionalitas. Sementara ilmu pengetahuan yang mengedepankan rasionalitas sangat keras menolak doktrin. Semakin rasional seseorang semakin menjauh dari ritual agama, sebaliknya manusia yang kurang tersentuh rasionalitas, dengan sendirinya akan kuat meyakini ajaran agama. Karena modernitas tidak selalu memberi perbaikan bagi kondisi umat manusia, tak mampu mengatasi berbagai problem dan bahkan hanya memberikan kontribusi positif bagi kelas yang dominan. Mereka yang pinggirkan mengalami marginalisasi/leterasingan dari kemajuan zaman.
Agama sebagai salah satu ajaran yang memberi tuntunan hidup banyak dijadikan pilihan. Karena ada indikasi dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia daripada ideologi. Orang juga lebih leluasa memeluk agama dan merasakan nilai-nilai positifnya tanpa harus menggunakan potensi akalnya untuk berfikir. Agama memberi tempat bagi semua. Agama juga merupakan fenomena sosial; agama tidak hanya ritual tapi juga fenomena di luar kategori pengetahuan akademis. Psikologi agama merupakan salah satu cara bagaimana melihat praktek keagamaan. Sebagai gejala psikologi, agama rupanya cukup memberi pengertian tentang perlu atau tidaknya manusia beragama ketika agama tak sanggup lagi memberi pedoman bagi masa depan kehidupan manusia, bisa saja kita terinspirasi menciptakan agama baru/melakukan eksperimen baru sebagai jalan keluar dari berbagai problem yang menghimpit kehidupan.

c)    Asal Usul dan Pertumbuhan Metodologi Studi Islam

Pendidikan Islam di Indonesia tidak pernah lepas dari semangat penyebaran Islam yang dilakukan secara intensif oleh para pendahulu dalam kerangka perpaduan antara konteks keindonesiaan dengan keislaman. Pada awalnya pendidikan Islam, dalam bentuk halaqah-halaqah, kemudian bentuk madrasah. Selain pesantren pendidikan Islam di Indonesia diharapkan pada tantangan semakin berkembangnya model-model pendidikan. Pertumbuhan minat untuk memahami Islam lebih sebagai tradisi keagamaan yang hidup, yang historis. Ketimbang “kumpulan tatanan doktrin” yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits. Studi Islam kontemporer di Barat, berusaha keras menampilkan citra yang lebih adil dengan mengandalkan berbagai pendekatan dan metode yang lebih canggih dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan.
Islam tidaklah dijadikan semata-mata sebagai obyek studi ilmiah yang secara leluasa ditundukkan pada prinsip yang berlaku di dunia keilmuwan, tapi diletakkan sesuai dengan kedudukannya sebagai doktrin yang kebenarannya diyakini. Tak heran jika dekade 80-an dan 90-an terjadi perubahan besar dalam paradigma Islam. kecenderungan pertama, terjadinya pergeseran dari kajian Islam yang bersifat normatif. Kepada yang lebih historis, sosiologis dan empiris. Kedua orientasi keilmuwan yang lebih luas kendatipun orientasi studi Islam di Indonesia lebih cenderung ke Barat, studi di Timur tengah tetap memiliki nilai penting, terutama dalam memahami aspek doktrinal yang menjadi basis ilmu pengetahuan dalam Islam.
Jika dipadukan menjadi satu model pendidikan Islam, kiranya dapat menjawab kekurangan masing-masing orientasi, yakni menguasai khazanah intelektual Islam yang paling dasar dan otentik juga menguasai metodologi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi di tengah-tengah masyarakat.


                  2.2  Objek Metodologi Studi Islam
Objek kajian Metodologi Studi Islam adalah ajaran Islam dari berbagai aspeknya dan berbagai mazhab atau alirannya. Ajaran islam ini tidaklah sempit atau sebatas ibadah saja sehingga penafsiran atas ajaran Islam harusa mengikuti penafsiran-penafsiran ulama terutama ulama klasik. Umat Islam sebagian juga berpendapat bahwa aspek atau ajaran Islam hanyalah shalat, puasa, zakat, haji dan dzikir. Padahal sebagai bjek kajian Metodologi studi Islam, dan ajaran Islam.

Perlu dipahami pemetaan ajaran islam ke dalam beberapa kategori, antara lain 2 wilayah ajaran islam yaitu yang absolut-mutlak (sakral) dan nisby-zhanniy (profan). Islam sebagai the origin text bersifat mutlak dan absolut,islam yang ber
upa hasil pemikiran dan praktek umat islam sehari-hari bersifat relatif-temporal, berubah sesuai dengan perubahan konteks zaman dan konteks sosial.
Dengan demikian, yang menjadi objek kajian Metodologi Studi Islam (MSI) adalah semua hal yang membicaraka tentang islam, mulai dari level nash atau teks (wahyu), hasil pemikiran ulama hingga level praktek yang dilakukan masyarakat islam. Perbedaan-perbedaan studi islam inilah yang menyebabkan perbedaan dalam menentukan pendekatan dan metode yang digunakan.    

Menurut Harun Nasution, obyek kajian Islam dibagi menjadi beberapa aspek, setelah melakukan perkembangan dan pertumbuhan, Studi Islam diarahkan ke dalam bidang-bidangsesuai dengan pengakuan dari Lembaga  Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 1982 yang objek kajiannya meliputi:
1.      Sumber ajaran Islam: Al-Qur’an dan Hadis
2.      Pemikiran dasar Islam yang meliputi kalam, filsafat, tasawuf
3.      Fikih dan pranata sosial.
4.      Sejarah Kebudayaan Islam.
5.      Dakwah.
6.      Pendidikan Islam.
7.      Bahasa dan Sastra Arab.
8.      Pembaruan Pemikiran Islam.

Sejak tahun 1977,Pemikiran Pembaruan Islam  direkomendasikan oleh para pakar untuk dimasukkan ke dalam setiap bidang dari nomor 1 sampai nomor 7. Jadi, semua bidang mempunyai pembaruan pemnikiran dalam Islam dari fenom ena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang menarik untuk di jadi kan sebagai objek kajian, namun tetap berpedoman pada dua sumber utama yakni Alquran dan hadis. Untuk memecahkan masalah yang timbul dalam masy arakat maka seorang muslim mengadakan suatu penafsiran terhadap Alquran dan hadis sehingga timbullah pemikiran Islam, baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual..
Islam sebagai agama teologis juga merupakan agama pengetahuan yang melahirkan beragan pemikiran, lahirnya pemikiran ini memberi indikasi yang kuat bahwa pada pemahaman dan aktualisasi nilai Islam merupakan suatu wujud keteri libatan manusia dalam Islam, dan bukan berarti merubah doktrin esensialnya. bukankah dalam Islam telah memotivasi pelibatan akal pikiran untuk dikenali, diketahui dan diimplementasikan ajarannya (QS. 96;1). Ajarannya yang berbentuk universal hanya bisa ditangkap dalam bentuk nilai, sehingga ketika ia turun dan jatuh ke tangan manusia, ia baru menjadi bentuk (Muhammad Wahyudi Nafis, 7).

Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat di
pandang sebagai pemikiran. Islam yang dimaksud di sini bukan hanya yang terda pat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup juga Islam yang berupa pemahaman dan penjabaran nilai-nilainya.Islam berbentuk nilai-nilai, dalam hal ini akal pikiran dilibatkan dalam proses memahami sejarah pemikiran. Pemikiran peminat studi Islam memberikan kontribusi terhadap bangunan pemaha
man ajaran Islam yang melahirkan berbagai jenis pengetahuan Islam (ulumul Islam) seperti teologis, filsafat Islam, ulumul Quran dan hadis, ilmu-ilmu syariah dan sebagainya.
Jadi, mengkaji Islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang dipahami oleh pemikir-pemikir yang telah mengkaji ajaran-ajaran Islam yang melahirkan bentuk pemahaman atau kajian tertentu.

2.4. Ruang LingkupMetodologi Studi Islam

Dari segi tingkatan kebudayaan, agama merupakan universal kultural. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena sejak dulu hingga sekarang agama menyatakan eksistensinya, berarti ia mempunyai peran dan fungsi di masyarakat. Di kalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi Islam dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan ini  banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam belakangan ini.
Menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan wilayah kajian studi Islam berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang normativitas dan historisitas. Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut historis atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat,  maka Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya yaitu Al-Qur’an dan Hadits, nampak amat ideal. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalaui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya.

Namun kenyataan Islam sekarang menampilkan keadaan yang jauh dari cita-cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat Islam seperti shalat,puasa, zakat, haji dan sebagainya hanya berhenti pada sebatas membayar kewajiban dan menjadi lambang kesalehan, sedangkan buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial sudah kurang nampak. Di kalangan masyarakat telah terjadi kesalahpahaman dalam memahami dan menghayati pesan simbolis keagamaan itu.  Akibat dari kesalahpahaman memahami simbol-simbol keagamaan itu maka agama lebih dihayati sebagai penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama.

Diketahui bahwa Islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi yang akan menimbulkan keberagamaan.

Menurut Muhammad Nur Hakim, tidak semua aspek agama khususnya islam dapat menjadi obyek studi. Dalam konteks Studi Islam, ada beberapa aspek tertentu dari islam yang dapat menjadi obyek studi, yaitu:
Ø  Islam sebagai doktrin dari tuhan yang kebenarannnya bagi pemeluknya sudah final, dalam arti absolut, dan diterima secara apa adanya.
Ø  Sebagai gejala budaya yang berarti seluruh apa yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
Ø   Sebagai interaksi sosial yaitu realitas umat islam.
Sementara menurut Muhammmad Amin Abdullah terdapat tiga wilayah keilmuan agama islam yang dapat menjadi obyek studi islam:
Sedangkan menurut M.Atho’ Mudzhar menyatakan bahwa obyek kajian islam adalah substansi ajaran-ajaran islam, seperti kalam, fiqih dan tasawuf. Dalam aspek ini agama lebih bersifat penelitian budaya hal ini mengingat bahwa ilmu-ilmu keislaman semacam ini merupakan salah satu bentuk doktrin yang dirumuskan oleh penganutnya yang bersumber dari wahyu Allah melalui proses penawaran dan perenungan.

·         Wilayah praktek keyakianan dan pemahaman terhadap wahyu yang telah diinterpretasikan sedemikian rupa oleh para ulama.
·         Wilayah tori-teori keilmuan yang dirancang dan disusun sistematika dan metodologinya oleh para ilmuan, para ahli, dan para ulama sesuai bidang kajiannya masing-masing
·         Telaah teroitis yang lebih popular disebut metadiscourse, terhadap sejarah perkembangan jatuh bangunnya teori-teori yang disusunoleh kalangan ilmuan dan ulama pada lapis kedua.

 Sedangkan menurut M.Atho’ Mudzhar menyatakan bahwa obyek kajian islam adalah substansi ajaran-ajaran islam, seperti kalam, fiqih dan tasawuf.dalam aspek ini agama lebih bersifat penelitian budaya hal ini mengingat bahwa ilmu-ilmu keis laman semacam ini merupakan salah satu bentuk doktrin yang dirumuskan oleh pe nganutnya yang bersumber dari wahyu Allah melalui proses penawaran dan pere nungan.
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau member contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij, orang-orang ahli al -Sunnah wa al-jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para peng anut masing-masing itu tidak lepas dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana lita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi social. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari peng gunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
jadi dengan demikian metodologi studi Islam dengan mengadakan penelitian social. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivism. Paragdima positivism dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social yang diangap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme. Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran studi Islam.

  

BAB III

PENUTUP

    A.    KESIMPULAN

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti disampaikan pada acara-acara keagamaan saja, melainkan harus dipahami dan dikaji lebih mendalam sehingga dapat dirasakan manfaatnya. Dari uraian yang sudah disajikan,dapat diketahui bahwa dalam melakukan studi Islam terlebih dahulu kita harus menguasai metodologinya. Di dalam studi Islam juga terdapat pendekatan-pendekatan yang digunakan sebagai alat untuk memahami permasalahan, gejala, dan fenomena-fenomena yang ada dalam masyarakat, seperti pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan, dan psikologis.

Pendekatan-pendekatan tersebut mempunyai peran penting dalam studi Islam karena dengan demikian agama akan menemukan cara yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai ajarannya. Juga dapat kita ketahui bahwa agama pada hakikatnya bukan merupakan monopoli suatu kalangan, kelompok, atau golongan tertentu saja. Melainkan agama itu milik setiap individu yang meyakininya dan dapat dipahami setiap orang sesuai dengan kesanggupan pemahamannya masing-masing. Dengan permasalahan yang berkembang semakin kompleks sekarang ini agama diharapkan menjadi solusi dalam penyelesaiannya, maka dari itu peran studi Islam menjadi sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.


B.     SARAN

Demikian makalah yang kami buat,kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dan pembaca demi lebih baiknya penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.


DAFTAR PUSTAKA

Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.

Syukur M.Amin dkk, Metodologi Studi Islam, Semarang: Gunung jati, 1998.

Nasution Khoirodin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia+ Tazzafa, 2009.




[1] Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Muhaimin dkk, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan Jakarta: Kencana, cet III, 2012

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
KARTIMAH DIBUAT SEBAGAI AKTUALISASI DI DI UIN SU

KONTAK

Nama

Email *

Pesan *

Recent Posts